Ketua Umum Apindo Shinta W Kamdani menilai tantangan terbesar Indonesia bukan lagi sekadar ketersediaan lapangan kerja, tetapi minimnya pekerjaan formal yang layak atau decent work. Ia memaparkan, setiap tahun ada 2 juta hingga 4 juta angkatan kerja baru, sementara jumlah pengangguran masih berada di kisaran 7 juta hingga 9 juta orang. Persaingan kerja pasca pandemi juga melonjak tajam. Jika dulu satu lowongan diperebutkan dua orang, kini satu posisi yang sama bisa diperebutkan 8 sampai 16 pencari kerja. Lebih memprihatinkan lagi, sekitar 67 persen pengangguran adalah Generasi Z berusia 15 sampai 29 tahun, setara 4,9 juta orang.
Di saat yang sama, sektor informal terus membengkak hingga mendekati 60 persen karena angkatan kerja yang tidak tertampung di sektor formal beralih menjadi pekerja mandiri, mulai dari pengemudi ojek online, pelaku UMKM, hingga pekerja lepas dan gig workers lain. Apindo mencatat jumlah pekerja mandiri telah menembus sekitar 31,5 juta orang, sementara peluang masuk ke sektor formal justru menyusut dan membuat 7,6 juta orang kehilangan kesempatan bekerja di sektor yang lebih stabil. Yang lebih ironis, pekerja keluarga tidak dibayar juga meningkat sekitar 7,3 juta orang. Shinta mengkritik cara hitung pengangguran yang dianggap terlalu longgar karena seseorang sudah dikategorikan bekerja jika hanya mendapat penghasilan satu jam dalam sepekan. Jika dijumlahkan, ada sekitar 7 juta pengangguran, 19 juta pekerja tidak dibayar, dan 31 juta pekerja mandiri sehingga sekitar 57 juta pekerja, atau 180 juta jiwa bersama keluarganya, hidup dari pekerjaan yang rapuh. Di tengah kondisi seperti ini, bagaimana negara bisa memperluas lapangan kerja formal yang benar benar memberikan kepastian dan perlindungan bagi generasi muda?
#Apindo #ShintaWKamdani #Pengangguran #GenZ #LapanganKerja #PekerjaInformal #GigWorkers #UMKM #EkonomiIndonesia #KontanNews