Danantara Menghadapi Tantangan Tata Kelola dan Investasi, Begini Solusinya


Senin, 22 Desember 2025 | 09:40 WIB | dilihat

KONTAN - https://www.kontan.co.id/

Pembentukan Danantara digadang-gadang menjadi tonggak baru dalam pengelolaan Badan Usaha Milik Negara atau BUMN di Indonesia. Lembaga ini diharapkan menjadi instrumen strategis yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional hingga mencapai delapan persen.

Namun, di balik ambisi besar yang dicanangkan, muncul pula sejumlah catatan kritis. Potensi risiko terkait tata kelola, kemungkinan politisasi, hingga kerentanan terhadap fluktuasi investasi global perlu diantisipasi sejak dini.

Danantara dibentuk melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 dan UU Nomor 16 Tahun 2025. Mandat utamanya adalah mengonsolidasikan pengelolaan BUMN agar menjadi lebih efisien dan memiliki daya saing di kancah global. Namun, Nagara Institute mengingatkan, konsolidasi aset dalam skala besar ini juga membawa risiko sistemik jika tidak diiringi dengan pengawasan dan tata kelola yang kuat.

Menurut peneliti utama Nagara Institute, Satya Arinanto, Danantara menghadapi risiko hukum dan tata kelola yang signifikan, terutama mengingat aset yang dikelola diperkirakan mencapai 900 miliar dolar Amerika Serikat. Tanpa mekanisme transparansi dan pengawasan yang ketat, potensi penyalahgunaan aset dan investasi yang tidak produktif akan sulit dihindari.

Ia juga menyoroti risiko politisasi dalam pengambilan keputusan, termasuk potensi intervensi politik. Selain itu, ada pula potensi resistensi dari BUMN yang sudah ada. Sejumlah BUMN mungkin enggan melepas aset karena kekhawatiran kehilangan kendali. Oleh karena itu, diperlukan strategi komunikasi dan insentif yang matang agar proses konsolidasi berjalan efektif.

Lebih lanjut, konsentrasi penguasaan aset yang terlalu besar berpotensi menghambat persaingan usaha di sektor tertentu. Regulasi yang mampu menjaga keseimbangan antara peran negara dan swasta menjadi krusial dalam hal ini.

Peneliti utama Nagara Institute lainnya, Edi Sewandono, menyoroti persoalan struktural yang selama ini membayangi kinerja BUMN. Masalah ini berpotensi menjadi beban bagi Danantara. Ia menyebutkan penurunan profitabilitas, inefisiensi operasional, serta peningkatan utang sebagai masalah fundamental yang belum terselesaikan.

Edi menambahkan, lebih dari 80% BUMN menghadapi tantangan keberlanjutan bisnis. Hal ini ditandai dengan tingginya risiko value destruction, tumpang tindih bisnis, serta perbedaan kinerja antarperusahaan yang akan dikonsolidasikan. Kondisi ini memperbesar risiko salah urus, terutama jika praktik good corporate governance atau GCG tidak diperkuat.

Danantara juga harus siap menghadapi dinamika global yang dialami oleh sovereign wealth fund lainnya. Mulai dari suku bunga rendah, perubahan demografi, hingga ketegangan geopolitik. Pergeseran peta geopolitik global berpotensi mempengaruhi arus investasi asing ke Indonesia, terutama jika muncul persepsi risiko politik tertentu.

Menghadapi tantangan ini, Nagara Institute mendorong Badan Pengatur BUMN untuk memperkuat penerapan GCG. Ini meliputi pemilihan direksi dan komisaris yang profesional dan bebas intervensi politik, dukungan kebijakan anggaran yang jelas, monitoring dan supervisi berkala, serta penerapan sistem reward and punishment yang tegas.

#kontantv #kontan #kontannews
________________________________________


Video Terkait

Logo Kontan
2018 © Kontan.co.id All rights reserved