Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memberi tenggat satu tahun bagi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk membenahi kinerja, dengan peringatan keras bahwa kegagalan reformasi bisa berujung pada pembekuan lembaga dan risiko sekitar 16.000 pegawai dirumahkan. Ia menyampaikan ultimatum ini setelah kembali mencuat dugaan penyimpangan di DJBC, mulai dari pengakuan pedagang thrifting yang mengaku setor hingga Rp 550 juta ke oknum Bea Cukai demi meloloskan kontainer impor pakaian bekas, hingga temuan nilai impor submersible pump yang hanya tercatat 7 dollar AS per unit saat inspeksi ke Tanjung Perak dan Balai Laboratorium Bea Cukai Surabaya, jauh di bawah harga pasar sekitar Rp 40 juta sampai Rp 50 juta yang dinilai sebagai indikasi underinvoicing. Purbaya mengingatkan bahwa jika perbaikan gagal, bukan mustahil fungsi Bea Cukai kembali dialihkan ke pihak ketiga seperti Societe Generale de Surveillance sebagaimana pernah terjadi di masa lalu.
Menurut Purbaya, tahun ke depan menjadi periode krusial untuk membalik citra dan kinerja DJBC yang sudah telanjur negatif di mata publik. Untuk mempercepat pembenahan, Kementerian Keuangan mulai menerapkan teknologi berbasis kecerdasan buatan di lini operasional Bea Cukai guna menyederhanakan proses kepabeanan dan memperkuat deteksi praktik underinvoicing, sementara jajaran pimpinan dan staf telah dikumpulkan untuk merumuskan langkah reformasi menyeluruh. Di tengah tekanan pembenahan kelembagaan ini, penerimaan kepabeanan dan cukai per Oktober 2025 dilaporkan mencapai Rp 249,3 triliun atau 82,7 persen dari target APBN 2025, terutama didorong kenaikan bea keluar dan cukai; namun dengan kombinasi ultimatum, teknologi baru, dan sorotan publik yang tajam, mampukah DJBC benar-benar bertransformasi menjadi lembaga yang bersih dan dipercaya tanpa harus dibekukan?
#PurbayaYudhiSadewa #BeaCukai #DJBC #ReformasiBirokrasi #Underinvoicing #SocieteGeneraleDeSurveillance #Kemenkeu #Kepabeanan #Cukai #KontanNews