KONTAN - https://www.kontan.co.id/
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah menilai sosok Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) dianggap sudah tidak menarik lagi bagi Ketua Umum relawan Projo, Budi Arie Setiadi.
Hal inilah yang dinilai Dedi sebagai alasan Budi Arie lebih memilih Partai Gerindra ketimbang masuk Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Ditambah posisi politik PSI memang lemah. Di sisi lain, posisi Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden juga tidak berpengaruh. Berbagai faktor itulah yang membuat PSI tidak cukup menarik bagi politisi pragmatis seperti Budi Arie.
Menurut Dedi, loyalitasnya bukan faktor Jokowi, melainkan soal untung rugi.
Menurut Dedi, hal itulah yang membuat PSI kehilangan magnet bagi politisi seperti Budi Arie.
Dedi menilai, keputusan Budi Arie merapat ke Gerindra merupakan langkah yang bersifat pragmatis, bukan ideologis. Ia menilai, loyalitas Budi Arie bukan lagi pada sosok Jokowi, melainkan pada kalkulasi untung rugi dalam menjaga karier politiknya.
Budi Arie tampak mempertimbangkan faktor perlindungan hukum dan politik yang hanya bisa diberikan oleh partai penguasa seperti Gerindra. Dedi membeberkan, sejumlah kasus hukum yang membayangi Budi Arie membuatnya membutuhkan perlindungan politik.
Menurut Dedi, selain aspek perlindungan hukum, bergabung ke Gerindra juga menguntungkan dari sisi politik, yakni ada jaminan Gerindra membuka peluang kekuasaan bagi Budi Arie.
Sementara PSI, masih belum ada jaminan apapun.
Sebelumnya, Budi Arie secara terbuka menyatakan keinginannya bergabung dengan Partai Gerindra dalam Kongres III Projo di Jakarta, Sabtu (1/11/2025).
Budi bertekad untuk memperkuat partai yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto. Ia secara gamblang menyebut nama Partai Gerindra sebagai partai tujuannya.
#kontantv #kontan #kontannews #projo #budiarie #gerindra
________________________________________