Kado Akhir Tahun untuk Musisi, Gugatan UU Hak Cipta Dikabulkan Sebagian


Jumat, 19 Desember 2025 | 13:18 WIB | dilihat

KONTAN - https://www.kontan.co.id/

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materiil Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 yang diajukan oleh 29 musisi, termasuk Ariel Noah, Armand Maulana, dan kawan-kawan.

Mengadili, mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian, ujar Ketua MK, Hakim Suhartoyo saat membacakan amar putusan dalam sidang di Gedung MK, Rabu (17/12/2025).

Permohonan ini diketahui sudah diajukan sejak Maret 2025 dan akhirnya diputus untuk memberikan kejelasan hukum terkait sejumlah permasalahan yang ada. Tiga dari lima pasal yang dimohonkan dikabulkan oleh para hakim.

Pertama, Pasal 23 ayat (5), Setiap orang dapat menggunakan ciptaan secara komersial dalam pertunjukan tanpa izin langsung dari pencipta, asalkan membayar royalti kepada pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).

Dalam putusannya, MK menambahkan penjelasan pada frasa setiap orang dengan frasa termasuk penyelenggara pertunjukan secara komersial.

Dengan adanya penambahan frasa ini, Mahkamah mempertegas kalau dalam konteks pemakaian suatu ciptaan dalam pertunjukan komersial, royalti sudah seharusnya dibayar oleh penyelenggara acara kepada pencipta atau pemegang hak cipta.

Hal ini dikarenakan, nilai keuntungan sebuah acara hanya dapat diketahui sepenuhnya oleh pihak penyelenggara acara sehingga perhitungan biaya, termasuk royalti, sudah sepatutnya menjadi tanggung jawab penyelenggara.

Pasal kedua yang dikabulkan oleh MK adalah Pasal 87 Ayat (1), Untuk mendapatkan hak ekonomi setiap Pencipta, Pemegang Hak Cipta, pemilik Hak Terkait menjadi anggota Lembaga Manajemen Kolektif agar dapat menarik imbalan yang wajar dari pengguna yang memanfaatkan Hak Cipta dan Hak Terkait dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial.

Dalam pasal ini, MK mempertegas soal imbalan yang wajar untuk dimaknai sebagai imbalan yang wajar, sesuai dengan mekanisme dan tarif berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Menurut MK, frasa imbalan yang wajar bisa menjadi multitafsir jika tidak dipertegas. Hal ini bisa memberikan ketidakpastian hukum mengingat di Indonesia sendiri pembayaran royalti dan hak ekonomi bisa dilakukan dengan beberapa metode.

Misalnya, pembayaran royalti kepada seorang pencipta yang tergabung dalam Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dengan yang tidak.

Menurut MK, mekanisme dan tarif harus ditentukan dalam sebuah produk hukum baru yang melibatkan pembuat undang-undang. Dalam hal ini, MK selaku lembaga yudikatif tidak berwenang untuk memberikan batasan-batasan tarif.

Namun, MK mengingatkan, selain kesejahteraan pelaku kreatif perlu diperhatikan, ada hak masyarakat yang perlu dilindungi, yaitu agar dapat tetap menikmati ciptaan dan mudah mengaksesnya.

Pasal ketiga yang dipertegas MK adalah Pasal 113 Ayat (2), Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000.

MK menyatakan, penyelesaian sengketa terkait royalti atau hal-hal seputar UU Hak Cipta harus mengedepankan pendekatan restorative justice, tidak boleh langsung ke ranah pidana.

#kontantv #kontan #kontannews
________________________________________


Video Terkait

Logo Kontan
2018 © Kontan.co.id All rights reserved