Memasuki akhir 2025, kinerja penerimaan pajak Indonesia belum menunjukkan sinyal pemulihan yang meyakinkan. Data Press Release APBN mencatat penerimaan pajak hingga Oktober 2025 baru mencapai Rp 1.457,99 triliun, turun 3,92 persen secara tahunan. Realisasi tersebut baru setara 66,59 persen dari target APBN 2025 dan 70,2 persen dari outlook tahun ini. Pengamat pajak Center for Indonesia Taxation Analysis, Fajry Akbar, menilai tren ini mengkhawatirkan karena berpotensi memperlebar defisit anggaran. Jika pola dalam beberapa bulan terakhir berlanjut, realisasi penerimaan pajak diperkirakan hanya mencapai 82,22 persen dari target, yang akan menyeret kinerja penerimaan ke zona kontraksi.
Tekanan ini juga akan menumpuk ke APBN 2026, karena untuk mengejar target tahun depan, penerimaan pajak harus tumbuh sekitar 30,98 persen atau tambahan Rp 557,66 triliun. Jika realisasi 2025 benar-benar hanya 82,22 persen, maka penerimaan pajak berpotensi terkontraksi 6,85 persen, lebih dalam dari penurunan 4,55 persen saat krisis keuangan global 2008-2009. Padahal, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 4,7 sampai 4,9 persen dan tekanan restitusi yang dinilai lebih ringan dibanding 2024, penerimaan seharusnya masih bisa tumbuh positif. Menurut Fajry, apabila pertumbuhan penerimaan pajak justru jatuh ke kisaran minus 6,85 persen, itu akan menjadi anomali serius yang menimbulkan banyak pertanyaan tentang efektivitas kebijakan perpajakan dan kualitas pemulihan ekonomi. Apakah pemerintah mampu membalikkan tren ini dalam sisa waktu yang semakin sempit?
#PenerimaanPajak #APBN2025 #APBN2026 #DefisitAnggaran #PajakIndonesia #CITA #FajryAkbar #EkonomiIndonesia #APBN #KontanNews