KONTAN - https://www.kontan.co.id/
Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) akan melaukan revisi tarif royalti musik.
Revisi tarif ini turut melibatkan Direktorat Hak Cipta dan Desain Industri Kementerian Hukum.
Rapat pembahasan revisi tarif juga telah beberapa kali digelar pekan lalu.
Namun, sampai saat ini belum ada keputusan final mengenai besaran penyesuaian tarif.
Sebelumnya desakan penyesuaian tarif royalti datang dari kalangan pelaku usaha hotel, restoran, dan kafe.
President Director Sahid Hotels & Resorts sekaligus Ketua Umum PHRI, Hariyadi Sukamdani, menilai aturan saat ini memberatkan dan perlu segera direvisi.
PHRI juga menyoroti minimnya sosialisasi serta praktik penagihan yang kerap melibatkan aparat penegak hukum. Dari sisi tarif, penetapan yang dihitung berdasarkan jumlah kamar untuk hotel, jumlah kursi untuk restoran, atau luas area dinilai tidak relevan.
Menurut Hariyadi, pendapatan usaha tidak konsisten, apalagi jika musik hanya digunakan sebagai latar belakang. Dengan konsep tarif seperti sekarang, lagu menjadi barang mahal di tempat usaha.
Ia menekankan pentingnya keterlibatan pemerintah dalam penyusunan tarif, bukan sekadar mengesahkan usulan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
PHRI juga meminta pencipta diberi hak untuk secara resmi membebaskan karyanya dari royalti tanpa diabaikan oleh LMK.
PHRI keberatan jika biaya operasional LMK atau LMKN diambil dari dana royalti yang dipungut. Menurut Hariyadi, biaya tersebut seharusnya berasal dari iuran anggota atau sumber sah lainnya.
Ia juga menyoroti PP 56/2021 yang memberi kewenangan LMKN menarik royalti dari semua pengguna, termasuk yang memutar lagu ciptaan sendiri atau lagu bebas royalti.
Seharusnya hanya lagu dari pencipta yang menjadi anggota LMK saja yang dibayarkan.
#kontantv #kontan #kontannews #royalti #musi
____________________