KONTAN -
https://www.kontan.co.id/
Penerapan tarif resiprokal pemerintahan Donald Trump terhadap negara-negara di dunia diperkirakan punya tujuan utama mengatasi defisit perdagangan Amerika Serikat (AS) dan meningkatkan lapangan kerja di dalam negeri.
Defisit perdagangan dianggap sebagai masalah yang menjadi duduk perkara rendahnya penciptaan lapangan kerja di AS.
Namun, tujuan lain dari penerapan tarif resiprokal ini ditengarai berkaitan juga dengan surat utang pemerintah AS atau US Treasury (UST). Pemerintahan Trump ingin menekan yield US Treasury untuk mengurangi ongkos pembiayaan utang AS yang akan jatuh tempo besar-besaran pada tahun 2025-2028.
Merujuk laporan bulanan utang AS yang dirilis The Bureau of The Fiscal Service, per Maret 2025, nilai outstanding utang jatuh tempo AS pada 2025-2028 mencapai US$ 16,8 triliun.
Penyumbang terbesar utang tersebut adalah Treasury Bills yang jatuh tempo tahun 2025-2026 sebesar US$ 6,12 triliun, dan Treasury Notes yang jatuh tempo pada 2025-2028 sebesar US$ 9,1 triliun.
Sisanya berasal dari jenis utang lain yang jatuh tempo pada 2025-2028, yaitu Treasury Bonds dengan nilai outstanding US$ 107,16 miliar, Treasury Inflation-Protected Securities US$ 819,93 miliar, dan Treasury Floating Rate Notes US$ 656,61 miliar.
Sebagai gambaran, kewajiban AS yang jatuh tempo pada 2025-2028 tersebut setara dengan 46,4% dari keseluruhan utang nasional AS. Masih berdasarkan data Bureau of The Fiscal Service, total utang nasional AS per 31 Maret 2025 mencapai US$ 36,21 triliun.
Bisa dibilang, ketergantungan AS terhadap utang cukup besar, terlihat dari rasio utang terhadap gross domestic product (GDP) AS yang tinggi.
Merujuk situs resmi Fiscal Data milik pemerintah AS, rata-rata GDP AS pada tahun 2024 tercatat sebesar US$ 28,83 triliun sedangkan total utang nasional AS mencapai US$ 35,46 triliun sehingga menghasilkan debt to GDP ratio sebesar 123%.
Rasio ini memperlihatkan kemampuan negara untuk membayar utangnya karena menunjukkan beban utang relatif terhadap total output ekonomi negara. Secara umum, rasio utang terhadap GDP yang lebih tinggi menunjukkan pemerintah akan mengalami kesulitan yang lebih besar dalam membayar utangnya.
Menilik lebih jauh, negara-negara yang paling banyak membeli surat utang AS nyatanya tak terlepas dari pengenaan tarif perdagangan ini. Tiga besar negara dengan kepemilikan UST terbanyak adalah Jepang, China, dan United Kingdom.
Per Januari 2025, kepemilikan UST oleh Jepang tercatat sebesar US$ 1,08 triliun, disusul China di posisi kedua sebesar US$ 760,8 miliar, lalu United Kingdom US$ 740,2 miliar.
Jepang dikenakan tarif resiprokal 24% dan tarif dasar 10%, China terkena tarif resiprokal 34% ditambah tarif eksisting 20%, sedangkan United Kingdom hanya terkena tarif dasar 10%.
Di tengah memanasnya perang dagang, China pun terus mengurangi kepemilikan UST karena alasan geopolitik maupun pertimbangan investasi lainnya. Pada 2013, China sempat menjadi negara pemegang UST terbesar dengan kepemilikan lebih dari US$ 1 triliun, tetapi kini tinggal sekitar US$ 760 miliar.
Penurunan kepemilikan itu terjadi karena China menggunakan uangnya untuk berbagai proyek. Jepang juga sempat mengurangi kepemilikan UST karena pertimbangan pasar, yakni yield domestik yang sudah mulai kembali menarik.
#kontantv #kontan #kontannews #donaldtrump #tarif #impor #amerika #china #perangdagang #ustreasury #ust
_____________________
Instagram:
https://www.instagram.com/kontannews/
Facebook:
https://www.facebook.com/kontannews/
Twitter:
https://www.twitter.com/kontannews/