China menghentikan rencana pembangunan sejumlah smelter tembaga baru setelah biaya pemrosesan jatuh ke level negatif, situasi yang memaksa smelter justru membayar penambang untuk mendapatkan konsentrat. Wakil Presiden China Nonferrous Metals Industry Association, Chen Xuesen, mengungkapkan sekitar 2 juta ton kapasitas smelter yang sebelumnya direncanakan kini dibatalkan, seiring pertumbuhan investasi aset tetap di industri tembaga yang anjlok hanya naik 0,4 persen per September dari 23 persen di awal tahun. Dalam World Copper Conference Asia 2025 di Shanghai, Chen menegaskan industri pemurnian dan pemrosesan tembaga di China tidak lagi mengejar pertumbuhan kuantitas dan kapasitas smelting baru akan dibatasi ketat, sementara negosiasi biaya pemrosesan dengan raksasa tambang Antofagasta untuk kontrak 2026 akan menjadi tolok ukur baru bagi TC RCs.
Asosiasi Logam Nonferrous China menolak skema pemrosesan konsentrat tembaga secara gratis atau bertarif negatif dan menekankan biaya pemurnian harus tetap di atas nol. Di sisi lain, harga tembaga yang sempat menyentuh rekor 11.200 dollar AS per ton mendorong banyak sektor di China beralih ke aluminium, sehingga konsumsi tembaga per kendaraan listrik turun menjadi 50 sampai 70 kilogram per unit dari 60 sampai 80 kilogram pada 2020, dan kandungan tembaga di unit pendingin udara menyusut 67 persen menjadi sekitar 4 kilogram per unit. Di tengah kombinasi kelebihan kapasitas, tekanan biaya, dan substitusi ke aluminium, mampukah industri tembaga global beradaptasi tanpa memicu gejolak baru pada rantai pasok dan harga komoditas ini?
#China #Tembaga #Smelter #TC_RC #Antofagasta #IndustriLogam #HargaKomoditas #TransisiEnergi #Aluminium #KontanNews