Pelemahan Daya Beli Menahan Laju Saham Sektor Konsumer Non Siklikal


Jumat, 19 Desember 2025 | 15:15 WIB | dilihat

KONTAN - https://www.kontan.co.id/

Di tengah dinamika pasar saham, sektor konsumer non-siklikal justru mencatatkan performa terlemah. Hingga pertengahan Desember 2025, indeks sektoral ini hanya mampu tumbuh tipis di bawah sepuluh persen, tertinggal jauh dibandingkan sebelas indeks sektoral lainnya yang membukukan pertumbuhan dua digit, bahkan ada yang mencapai tiga digit.

Lalu, apa yang menyebabkan sektor yang biasanya stabil ini tertahan kinerjanya? Para analis menyebutkan kombinasi beberapa faktor. Pertama, pelemahan daya beli masyarakat yang masih terasa.

Kedua, tergerusnya margin keuntungan emiten akibat kenaikan biaya bahan baku dan logistik. Ketiga, adanya rotasi dana investor yang beralih ke sektor lain yang dianggap lebih agresif, seperti komoditas, energi, atau saham lapis kedua. Selain itu, ekspektasi pertumbuhan laba emiten konsumer non-siklikal yang relatif moderat juga kurang menarik bagi investor yang memburu potensi pertumbuhan tinggi.

Memasuki kuartal terakhir tahun ini, tekanan daya beli diperkirakan masih akan berlanjut dalam tiga hingga enam bulan ke depan. Inflasi biaya hidup, penyesuaian upah yang belum sepenuhnya mengimbangi kenaikan harga, serta sikap konsumen yang cenderung lebih berhati-hati membuat belanja masyarakat lebih terfokus pada kebutuhan pokok yang sensitif terhadap harga.

Namun, ada secercah harapan di cakrawala. Dalam jangka menengah, sekitar enam hingga dua belas bulan mendatang, tekanan daya beli berpotensi mereda. Sejumlah katalis positif diperkirakan muncul, mulai dari peluang penurunan suku bunga global dan domestik, normalisasi inflasi bahan baku dan logistik, hingga dampak positif dari kenaikan Upah Minimum Provinsi dan belanja pemerintah.

Ketika kondisi ini terwujud, sektor konsumer non-siklikal biasanya akan mulai pulih secara defensif, meskipun tanpa lonjakan pertumbuhan yang agresif. Kondisi ini juga tercermin dari perlambatan pertumbuhan jumlah uang beredar atau M2 pada semester pertama 2025 yang sempat di bawah enam persen, sebelum menunjukkan perbaikan pada periode Juli hingga Oktober.

Faktor lain yang membebani kinerja sektor ini adalah depresiasi nilai tukar rupiah. Pelemahan mata uang ini berdampak langsung pada kenaikan biaya pokok penjualan atau COGS, terutama bagi emiten yang sangat bergantung pada bahan baku impor. Kenaikan COGS ini menekan margin kotor dan profitabilitas sektor secara keseluruhan. Depresiasi rupiah juga menambah beban emiten dengan utang dalam mata uang asing, yang berujung pada kerugian selisih kurs dan menekan kinerja bottom line.

Sentimen negatif ini terlihat jelas pada saham-saham berkapitalisasi besar di sektor konsumsi primer. Saham seperti PT Indofood CBP Sukses Makmur atau ICBP tercatat melemah signifikan sepanjang tahun ini. Tekanan terhadap ICBP semakin besar setelah saham ini keluar dari indeks MSCI pada November 2025, yang memicu arus keluar dana asing. Saham besar lainnya seperti INDF dan MYOR juga cenderung bergerak sideways hingga melemah, seiring terbatasnya pertumbuhan penjualan dan tekanan margin.

Meskipun demikian, ruang pemulihan sektor konsumsi masih terbuka lebar. Stimulus fiskal dari pemerintah diharapkan dapat menopang konsumsi rumah tangga, memberikan dukungan terhadap pertumbuhan top line emiten, sekaligus menjadi katalis perbaikan kinerja sektor ini secara bertahap. Pelaku pasar juga dapat mencermati saham yang berdampak langsung pada program pemerintah, misalnya program Makan Bergizi Gratis.

Di sisi lain, sektor ini berpotensi kembali dilirik ketika pasar memasuki fase defensif. Emiten dengan kemampuan menetapkan harga yang kuat, efisiensi biaya yang baik, serta eksposur besar terhadap konsumsi domestik, dinilai layak untuk dicermati investor.

#kontantv #kontan #kontannews
________________________________________


Video Terkait

Logo Kontan
2018 © Kontan.co.id All rights reserved