Amerika Serikat kembali menghebohkan dunia. Presiden Donald Trump resmi menandatangani perintah eksekutif yang menghidupkan kembali istilah lama: Department of War, atau Kementerian Perang.
Langkah ini tidak sepenuhnya mengganti nama resmi Department of Defense, melainkan memberi ruang penggunaan nama Department of War sebagai judul sekunder, termasuk bagi pejabat yang kini disebut Secretary of War.
Trump menyebut perubahan ini sebagai upaya membangkitkan warrior ethos — semangat pejuang — yang menurutnya lebih mencerminkan kekuatan dan kesiapan militer Amerika, dibandingkan istilah ‘defense’ yang dianggap terlalu pasif.
Namun, secara hukum, perubahan permanen masih membutuhkan persetujuan Kongres. Jika benar-benar diubah, biaya yang muncul bisa sangat besar: mulai dari dokumen, logo, hingga papan fasilitas militer di seluruh dunia harus diperbarui.
Perlu dicatat, istilah Department of War bukan hal baru. Nama ini pernah dipakai sejak 1789 hingga 1947, sebelum akhirnya diganti menjadi Department of Defense pasca Perang Dunia II.
Retorika “Perang” lebih cocok dibaca sebagai sinyal politik, terutama kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat terhadap Rusia, China, Iran, dan Korea Utara yang belakangan bertemu di China dan disebut menggalang Poros Timur untuk melawan Amerika Serikat.
Dengan penamaan baru ini Amerika Serikat ingin dipersepsikan lebih siap dengan kebijakan ofensif dalam sistem pertahanan mereka, bukan hanya defensive menghadapi serangan.
Apakah ini sekadar simbol politik, atau awal dari kebijakan militer yang lebih agresif? Dunia kini menunggu langkah selanjutnya dari Washington.
#DonaldTrump #DepartmentOfWar #DepartmentOfDefense #Pentagon #AmerikaSerikat #BeritaInternasional #Geopolitik #PolitikMiliter #Trump2025 #WarriorEthos #SecretaryOfWar #BeritaAmerika #PorosTimur #Rusia #China #Iran #KoreaUtara #GeopolitikGlobal #KontanTV #BeritaTerbaru #kontan #kontannews #kontantv #newmediakontan #kontannewmedia